Langsung ke konten utama

PARAMITA RUKMI

Mita, begitu ia biasa dia dpanggil, dan dia mama mitaku. Ibu yang mengandungku selama Sembilan bulan, meregangkan nyawanya ketika berjuang melahirkan aku, berkoban jiwa dan raga serta segala daya upaya yang ia miliki ketika membesarkan aku. Ia ibu dari tiga orang anak. Aku yang pertama, kedua adikku laki-laki, Antonius Andika Ndaru Nusantara dan Bonifasius Andiva Nusantara. Nusantara adalah nama yang kami sandang sebagai penerus darah papa kami. Nama Papa kami, Fajar Nusantara.
Mungkin rangkaian kata dan kalimat yang aku buat dan aku susun saat ini belum bisa menggambarkan betapa aku sangat mengaguminya dan mencintainya. Telah banyak dosa yang kulakukan. Banyak air mata yang ia tumpahkan karena ulahku. Permohonan maafku dan sujudku di pangkuannya ketika aku meminta ijinnya dalam prosesi siraman kala aku hendak menikah dulu belum cukup menghapuskan segala dosa dan perbuatan buruk yang kulakukan selama ini. Air susunya, nafasnya, darahnya dan pengorbanannya berarti bagi hidupku. Belum lagi untaian doa yang menyertaiku senantiasa selama aku menghembuskan nafas di dunia. Tak kupungkiri aku pernah berselisih paham dengannya beberapa kali, tak usah kurinci apa permasalahannya yang jelas aku sangat tidak menyukai situasi dan kondisi yang mengharuskanku berlawanan pendapat dengan ibu kandungku sendiri.
Mamaku bukan manusia sempurna, pernah punya salah dan punya keburukan. Apapun itu aku tetap mencintainya. Bagiku tak akan ada wanita seperti dia yang rela melakukan apapun demi anak-anaknya. Melakukan apapun yang kumaksud, aku pernah mendengar cerita bagaimana mama selalu berjuang selama lebih dari 20 jam ketika melahirkan, melahirkankupun tak semudah yang pernah ia bayangkan. Begitu pula dalam melahirkan adikku yang berikutnya, dua persalinan pertama ia bisa menjalankannya dengan proses normal, namun untuk si bungsu mama harus menjalani persalinan lewat proses bedah, karena posisi ari-ari adikku itu menghalangi jalannya untuk keluar. Mama mengisahkan, sebagai perempuan sebisa mungkin dan sekuat mungkin kita harus melahirkan secara normal, persalinan normal hanya menimbulkan rasa sakit sesaat sedangkan jika menjalani oprasi ketika melahirkan, rasa sakit itu terkadang masih dirasakan pada luka bekas jahitan, walaupun sudah kering, namun mama masih sering merasakan sakit, bayangkan saja adikku sudah berusia hampir 12 Tahun saat ini. Itulah sebabnya ketika pertama kali mengetahui aku mengandung, aku selalu memberikan sugesti positif agar aku nanti dapat kuat melahirkan secara normal, dengan merasakan setiap sakitnya aku akan merasakan bagaimana dulu mama melahirkan aku.
Saat aku mengandung ini, mama orang yang paling banyak menguatkan aku selain suamiku, aku pernah menangis, meminta maaf kembali padanya, jika mungkin aku banyak berdosa padanya. Mamapun hanya tersenyum dan mengatakan “Oke aku maafin deh”. Mama selalu menceritakan ketika dulu mengandung tak seperti diriku ini yang ringkih dan rewel, mual hampir aku rasakan pada tiga bulan pertama, berlanjut dengan pusing dan kaki kram di saat-saat tertentu. Kenapa begitu berat ku rasakan, padahal mama menceritakan, disetiap kehamilannya dijalani dengan sehat bugar, atau Hamil Ngebo istilah kerennya. Mama selalu mengajariku untuk tidak banyak mnegeluh. Nikmati saja karena akan indah ahkirnya.
Februari 2011 mama aku paksa ikut ke dokter kandunganku, bukan untuk turut sera mengetahui perkembangan janinku, namun aku memaksanya memeriksakan keadaan haid yang dialaminya. Dalam satu bulan hampir tiga kali mama mengalami haid, itu sudah di luar batas kewajaran bagiku. Ketika di periksa dengan alat USG, dokter melihat pendarahan yang ada didalam rahim mama, dokter mengatakan mungkin saja ini akibat terlalu lama alat KB spiral yang mama gunakan, mama menggunakan KB spiral dan sudah dipasang sejak adik bungsuku masih bayi, jikalau dihitung maka mama sudah menggunakan spiral lebih dari 11 tahun dan tanpa pernah di konsultasikan lebih lanjut. Dari informasi yang didapat dari dokter, alat spiral paling lama bertahan hanya sampai 5 tahun (walaupun bisa sampai 8 tahun namun jangkan waktu yang aman adalah 5 tahun), dokter menyarankan untuk kiret spiral, jadi spiral yang ada di keluarkan dan rahim mama dibersihkan untuk mengetahui sebab dan mengobati pendarahannya, mamapun menanyakan opsi jika di kiret sekalian melakukan steril jadi untuk selanjutnya tidak perlu menggunakan alat bantu KB lagi, dokter menyatakan bahwa kedua hal tersebut dapat dilaksanakan secara bersamaan.
Mama tak hanya percaya dengan perkataan satu dokter saja, mamapun mengunjungi salah satu dokter kandungan yang ada di kota kami, dokter itu telah mambantu salah seorang pegawai mama ketika melahirkan, dan mendapat rekomendasi juga dari salah seorang teman seprofesinya. Ketika diperiksa dengan alat USG dokter tersebut juga menyatakan hal yang sama dengan dokter sebelumnnya dimana ada pendarahan didalam rahim mamaku, namun yang berbeda adalah cara pengobatan yang ditawarkan, dokter tersebut mengatakan untuk di obati dulu pendarahan mama, apabila nanti di kemudian hari ada pendarahan lagi maka baru akan diambil tindakan medis berupa kiret. Setelah berkonsultasi dan meminta pendapat papa maka mamapun memutuskan untuk menyetujui saran dokter yang pertama atau dokter kandunganku itu. Kami lantas menetapkan hari untuk berangkat kerumah sakit dengan membawa surat pengantar dari dokter itu. Ketika tiba waktunya suster menjemput mama yangs saat itu sudah menunggu di kamar untuk memasuki ruang oprasi. Aku dan papaku yang kala itu menunggui mama segera turut serta mengahantar mamaku, setengah jam sebelum oprasi kecil itu dimulai mama sudah memasuki ruang oprasi, satu jam berlalu singkat cerita suster memanggil “Keluarga Paramita”, akupun meminta papa untuk mendekat pada ruang operasi karena tempat duduk dimana kami menunggu tidak terlalu dekat dengan pintu ruang oprasi, aku dan adik mamaku yang kala itu telah datang ke rumah sakit mengira bahwa tindakan dokter yang dilakukan atas mama akan segera selesai, namun bukan seperti itu yang kudapati, papa keluar dengan sedikit berlari untuk menuju ruang administrasi, tentu saja aku menyusulnya untuk mengethaui apa yang sedang terjadi, aku bertanya pada papa, papa hanya menyatakan bahwa tadi dia dipanggil oleh dokter dan dokter mengatakan bahkan telah ditemukan miom dan kista pada rahim dan indung telur mama, dokter menyarankan untuk mengangkat saja rahim mama untuk menghindari terjadinya pendarahan kembali dikemudian hari. Papapun menyetujuinya, papa harus menandatangani surat persetujuan yang awalnya hanya akan dilakukan sebuah oprasi kecil atau kiret alat kontrasepsi menjadi oprasi besar pengangkatan rahim. Sungguh aku tak dapat membayangkan hatiku ketika harus mendengar bahwa rahim ibuku akan diangkat, dalam hati aku berkata, dari rahim itulah aku dikandung dan dilahirkan, begitu pula dengan kedua adikku, tempat dimana kami semua berasal, menjadi hal yang menyakitkan bagi ibuku, rasanya mulutku ini tak berhenti mengucap doa, air mata sungguh ingin menetes, aku tak tahu apa yang sedang dialami ibuku didalam ruang oprasi. Ibu mamaku langsung aku kabari akan hal itu, aku tak bisa menutupi itu darinya, mama sedang berjuang diruang oprasi dan aku percaya doa seorang ibu adalah doa yang mulia dan sangat mugkin untuk didengar oleh Tuhan, aku butuh doa ibu mamaku oleh sebab itu aku mengabarinya, ternyata keputusanku untuk mengabari ibu mamaku malah membuat beliau berlinang air mata, ibu langsung mengucapkan doanya untuk putrinya. Adik mamaku juga langsung menghubungi ibu, dia dengan inisiatifnya sendiri dan berkoordinasi dengan Pakdhe ku yang berada dikota kelairanku mencarikan tiket untuk ibu dan bapak agar malam itu juga dapat menuju Pulau Dewata dimana tempat kami tinggal.
Aku ingat betul jam 4 sore mama baru diantar ke kamar setelah obat bius yang digunakan sebagai penahan penahan rasa sakit telah hilang, aku tak tega melihatnya, wajahnya pucat, terlihat diwajahnya bahwa ia telah mulai merasakan rasa sakit yang luar biasa itu, belum lagi mama harus puasa dari tadi pagi sampai nanti malam, hanya airputih yang boleh masuk ketubuhnya. Aku yang biasanya siap sedia berada di samping siapapun yang sakit dan dengan setia menunggui dan merawat dirumah sakit, saat itu akupun dipaksa pulang karena aku sedang hamil muda, usia kandunganku baru belum menginjak 3 bulan, dan semua orang, bahkan mama menyuruhku untuk pulang, aku harus istirahat karena aku tak bisa egois dengan mementingkan keinginanku saja menunggui mama. Ada rasa sesal kenapa ketika mamaku sendiri yang sakit aku tidak bisa menungguinya dan merawatnya dengan tanganku sendiri. Aku harus tidur dirumah, menjaga kesehatanku dan kandunganku. Setelah itu mama harus melewati masa-masa penyembuhan dan Puji Tuhan mama lebih sehat sekarang.
Tak pernah aku mendoakan kesehatan Mama dan Papaku. Aku ingin mereka sehat selalu, panjang umur, dapat melihat kami semua, generasi penerusnya. Aku butuh mama, butuh semangat mama dalam menjalani hidup. Banyak hal yang aku belajar dan diajarkan olehnya, bagaimana bersikap sebagai seorang manusia, istri, ibu, anak, sahabat, menantu, apapun yang diajarkannya akan aku amalkan dalam hidup. Tentu sebagai seorang manusia dewasa aku bisa memilah apa yang baik dan yang buruk. Mamaku bukan mahkluk yang sempurna, ada juga beberapa sikap dan sifat buruknya, tapi baguku itu semua tak lepas karena ia hanya seorang manusia biasa. Aku mencintainya, sungguh teramat sangat mencintainya. Aku rela melakukan segalanya untuknya, bahagiaku untuknya, doaku selalu menyebut namanya, mama, perempuan yang telah melahirkan aku kedunia. Tanpa mama aku bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa.
Ma, aku sayang mama aku cinta mama, dengan adanya calon cucu mama didalam tubuhku, aku menjadi lebih bisa memahami pengorbanan seorang ibu demi seseorang yang ada didalam dirinya. Aku merasakan semua yang mama rasakan, bahkan lebih, jika mama mengatakan jikalau dulu ketika mengandung aku tidak begitu rewel dengan kehamilan mama. Akupun banyak merasakan dosa, semakin menyesal dengan segala perbuatanku yang dulu kerap menyusahkan mama bahkan sampai membuatnya meneteskan air mata. Entah seberapa banyak dosa yang telah aku perbuat. Dari lubuk hatiku yang pali dalam aku meminta maaf dengan tulus. Aku tak ingin jadi anak durhaka. Aku melakukan segalanya untuk membahagiakan mama, semua segala usaha dan daya upaya aku lakukan demi memuat mama bahagia. Walaupun mama tak pernah mengucap bangga padaku, tapi aku yakin dalam hati mama begitu. Aku tetap jadi putri kecilmu sampai kapanpun. Aku tetap akan bergelayut manja padamu. Bahkan sampai sekarangpun aku begitu. Ada kenyamanan yang luar biasa aku rasakan ketika aku berada didekatmu dan mendekapmu.
Selalu menjadi sahabatku yang paling baik, walau tidak semua aku bisa ceritakan padamu, namun yakin, semua hal penting dalam hidupku, mama selalu tau. Aku akan tetap mencintai, menghormati, mengagumi dan memuliakan mama, ya mamaku, dimana aku dapat meraih surgaku. Pengabdian diri sebagai seorang anak telah aku lakukan, walau takkan cukup jika aku berniat untuk membalas segala jasa yang telah kau lakukan padaku, hanya doa yang selalu setia aku ucapkan pada Tuhan Sang Pencipta kita, agar mama selalu sehat, begitu pula dengan Papa, agar kebahagian, keberuntungan, selalu menyertai keluarga kita. Rejeki yang “lumintu” dan halal dari “sangkan paran” yang selalu aku mintakan, semua untuk kita, untuk keluarga kita, dimanapun keluarga kita berada.
Terima kasih untuk air susu yang mengalir dalam tubuhku, terima kasih untuk untaian doa yang selalu kau ucapkan untuk putra-putrimu, janganlah pernah berhenti mendoakan setiap langkah hidup kami, jangan jemu untuk mengajari kami tentang hidup.
Banyak hal yang harus kami timba darimu. Selalu ada ketika kami semua membutuhkanmu. Ampuni kami. Ampuni kesalahan kami. Aku anakmu ma, yang sedang belajar banyak bagaimana menjadi seorang ibu, seorang seperti mama. Aku berharap aku bisa menjadi seorang mama yang luar biasa pula bagi buah hatiku ini. Doakan aku dan calon cucumu ma. Supaya kami sehat, dan mama bisa tersenyum bangga melihat aku melahirkan generasi mama, yang paling tidak ada seperempat dari tubuh calon cucumu nanti yang teraliri darahmu juga. Aku selalu membutukan mu mama, karena aku terlalu mencintaimu. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

BAPTIS ARKA

Baptis adalah syarat wajib seorang Katholik.. dimana baptis artinya dipermandikan dan menjadi bagian dari gereja Katholik.. aku dan suami Katholik itu sebabnya kami mempunyai tanggung jawab yang besar dan mendidik anak-anak kami dengan cara Katholik.. kami sebetulnya pun beum sempurna dalam menjalankan ajaran-ajaran agama kami.. tapi kami selalu mencoba mengajarkan dan memberi yang contoh yang baik anak kami.. Baptisan Arka di laksanakan di Solo, alasan memilih Solo karena keluarga besar kami ada di Solo dan pasti lebih kidmat ketika Sakramen Baptis Arka di hadiri oleh orang-orang yang menyanyanginya.. Arka dan Eyang Romonya Lebih berkesannya lagi, Romo yang akan membaptis Arka dalah Romo Ibnu Fajar Muhammad, MSF Romo yang senantiasa mengikuti hidupku, dari memberkati rumah dan kantor yang sekarang kami tempati di Denpasar ini, Upacara Siraman pernikahanku, Upacara Misa Midodareni sebelum pernikahanku, yang memberkati Air Upacara Mitoni aku hamil Arka, dan lebih lengkap la...

my name is andien

hallo dunia.... ahkirnya kesampaian juga buat blog setelah sekian lama aku mengidam-idamkannya.. well, first of all let me introduce my self.. aku Andien.. lengkapnya Andina Dyah Pujaningrum, SH seharusnya ada Nusantara dibelakang namaku sebagai nama papa, memang diakte kelahiran ditambah satu kata dibawah, namun sayang nama yang tercantum di ijazah sejak aku SD ya seperti itu adanya seorang anak dari mama papa ku (Paramita Rukmi, SH - FY Fajar Nusantara, SE) seorang istri dari Cosmas Dimas Darmoyo Danisworo, SH, MKn seorang ibu dari Immanuel Arka Pranaya Daniswara seorang kakak perempuan satu-satunya dari Antonius Andika Ndaru Nusantara dan Bonifasius Andiva Nusantara.. dan inti dari semuanya.. aku sayang mereka.. blog ini sengaja aku pengen buat biar aku bisa share semua yang bisa aku share.. dari kegiatan sehari-hari sebagai seorang ibu, istri, anak dan kakak sebagai pegawai magang di kantor Notaris/PPAT yang as you know it notaris yang bersangkutan ya IBU saya sendiri....

Wong Jowo ojo ilang/ngilangi JAWA ne (orang jawa jangan hilang/menghilangkan jawanya)

Bapak dari mama asli Klaten, ibu mama asli Karanganyar bapak dari papa asli Pedan besar di Laweyan, ibu papa asli Jagalan, Solo bapak mertua aku asli Tawangmangu, ibu mertuaku asli Wirengan, Baluwarti, Solo (aku jelasin gini semoga pada ngerti daerah-daerah itu) jadi kesimpulannya aku orang jawa tulen, suamipun jawa tulen.. aku dibesarkan oleh banyak ibu, seperti yang pernah aku kisahkan.. dan dari ibu-ibuku itu aku dibesarkan dengan falsafah dan aturan JAWA menurut aku, menguasai bahasa ibu adalah hal yang wajib, sebagai orang jawa aku harus bisa berbahasa jawa yang baik, dalam keseharianpun dirumah kami menggunakan bahasa jawa. aku diajarkan bagaimana jika  harus berbicara dengan orang lain, mama selalu bilang sama siapapun kita harus "boso"   boso artinya, aku harus berbahasa jawa halus dengan orang lain terlebih orang yang lebih tuwa, baik dia keluarga, kerabat, sampai penjual sayur di pasar dan tukang becakpun, harus kita hargai.. (aturan ini...