Anak pertama pasangan Sri Hartati Srmodo dan Nugroho. Dia kakak perempuan mamaku. Seseorang yang hingga tahun ini sudah duapuluh tahun pergi, berpulang pada Yang Kuasa. Parasnya ayu rupawan, ia tidak tinggi, kulitnya putih, rambutnya hitam panjang terurai. Aku menyebutnya sempurna. Ya, diantara saudara-saudara perempuannya aku menganggap dia paling ayu. Jika orang berkomentar sepupu laki-lakiku, putranya, adalah gambaran darinya namun hanya berbeda masa dan sepupuku itu laki-laki. Dia pintar, bahkan dari saudara-saudaranya hanya dialah yang diterima lewat jalur UMPTN, melanjutkan pendidikan di Universitas Negeri di kota kelahiranku. Dia cinta akan seni, itulah mengapa ia berkuliah juga dibidang seni. Saat ia dipanggilpun sebetulnya ia hampir menyelesaikan kuliahnya.
Aku meminta maaf jika aku menguak luka ketika aku menulis tentangnya. Dia telah pergi, namun itu bukan suatu alasan aku tidak boleh mengenangnya. Mungkin terasa aneh, karena sebetulnya aku tak pernah begitu mengenalnya. Aku maih dua tahun ketika dia pergi, namun entah mengapa aku ingin menceritakan sedikit saja tentang dia, bahwa dia juga pernah mengenang aku dihidupnya. Mamaku dan dia dapat dikatakan sebagai anak kembar yang tak dapat dipisahkan dengannya. Usia mereka hanya berjarak dua tahun, itu sebabnya mereka sangat dekat, di waktu tumbuh, badan mamaku jauh leih bongsor dibanding budeku itu. Mama pernah menceritakan bagaimana mereka berdua sangat kompak ketika masih muda. Bahkan begitu pula dalam urusan makan, mama dan budhe pernah makan bakso enam mangkok dan menghabiskan tiga es teh, dan ketika akan membayar mereka selalu ”udur-uduran”. Mereka malu karena mereka berdua saja dapat menghabiskan makanan sebanyak itu.
Entah kebetulan atau memang sudah garisan Sang Pencipta, mamaku dan budheku itu melahirkan hanya terpaut dua bulan, aku lahir dibulan Januari dan sepupuku, Souki namanya, lahir pada bulan Maret. Kebahagiaan tak berlangsung lama ketika sebuah kecelakaan lalu lintas merenggut nyawanya. Luka mendalam dirasakan seluruh keluarga besar. Aku tak mau menguak tentang luka dan kejadian itu secara rinci. Kini dia sudah tenang berada dipelukan Tuhan. Aku percaya sebagai seorang ibu, ia akan selalu menyertai putranya, restunya selalu akan turun. Saat aku meulis ini adalah beberapa hari sebelum putranya menghadapi sidang Skripsinya. Aku yakin budheku menyertai putranya, dan putranyapun dapat membuatnya tersenyum bangga diatss sana, dimana kebahagiaan abadi ada padanya.
Komentar
Posting Komentar