Nama kecil yang dipunyai dari Ibu Ibunya Mamaku, beliau juga seorang eyang buyutku. Aku tak pernah satu rumah dengannya, bertemu dengannya pun aku jarang. Hanya sesekali dan tentu saja setiap kali hari raya lebaran aku mendatangi rumahnya. Beliau ibu yang telah melahirkan sebelas putra-putri, yang bertahan hidup dan sehat sampai besar hanya delapan, empat perempuan dan empat laki-laki, sisanya telah meninggal sewaktu bayi atau bagaimana ceritanya aku tak tahu. Ibu mamaku adalah putri keduanya. Sedari kecil ibu tak pernah serumah dengan yuttiku itu. Pekerjaan suaminya adalah seorang ”wedhono” atau dapat dikatakan sebagai camat pada masa sekarang, tak pernah bisa bertahan lama disuatu daerah iulah sebabnya ia menitipkan anak-anaknya yang kala itu masih berjumlah tiga orang, kakak ibu mamaku, ibu mamaku, dan adik lelaki ibu mamaku, pada Kakak suaminya di kota kelahiranku, kebetulan Pakdhe ibu mamaku tidak mempunyai keturunan, dan dengan sukarela merawat mereka bertiga.
Aku mengenal masa lalunya karena ibu mamaku selalu bernostalgia ketika sedang bercerita-cerita denganku, walaupun tak pernah dirawat dengan tangan Yuttiku dari kecil, ibu mamaku tetap menaruh rasa hormat dan cinta yang luar biasa pada Yuttiku itu. Aku tahu itu, karena jika terkadang yuttiku sakit, tak jarang ibu mamaku menampakkan kegelisahannya. Ikatan batin ibu dan anak mana yang bisa dikalahkan, bagaimanapun seorang ibu, si anak akan selalu berusaha mencintai dan menghormatinya. Ibu mamaku sering mengambarkan beliau sebagai wanita yang aristokrat, yang menganggap para ”bedinde”nya harus selalu hormat padanya berlaku layaknya majikan dan bawahan bahkan sampai saat inipun begitu, beliau berdarah biru, walau tak sepenuhnya, yang aku tau, ibunya yuttiku adalah istri kedua dari seorang berdarah biru. Mamaku tak pernah mengenalnya sebagai nenek yang bersahabat, ketika cucu-cucunya datang ia menyuruh semua untuk bermain dilapangan SMP didekat rumahnya. Akupun tak pernah merasakan kedekatan secara batin dengannya, namun entah bagaimana aku tetap mencintainya.
Sekarang beliau sudah tidak bisa berjalan seperti dulu, beberapa tahun yang lalu, beliau mengalami patah tulang tangan, dan awal 2010 kemarin, beliau kembali mengalami patah tulang kaki akibat terpeleset sebelum pergi ke kamar mandi. Pada awal 2010 itulah, pasca oprasi patah tulang, kondisi fisik beliau sempat menurun, aku yang kala itu baru saja kehilangan ibu papaku dalam hitungan bulan, berusaha mendoakannya sepenuh tenaga, aku tak ingin kehilangan orang yang kusayang lagi, aku dan keluarga besarku telah merencanakan pernikahanku, tentu saja aku berharap beliau masih bisa menyaksikan pernikahanku, walaupun setelah itu beliau sehat, namun sayang tetap saja beliau tidak bisa hadir menyaksikanku menikah, beliau menyampaikan akan tetap memberi restu dan doa yang melimpah walau tak bisa hadir. Beliau selalu mendoakan aku mempunyai anak kembar, entah darimana datangnya rasa itu, tapi selalu mengelus perutku dan berkata ”sok mben isine loro” (besok isinya dua), akupun hanya tersenyum, mungkin doanya belum di kabulkan yang kuasa, dari pertama kali aku melakukan USG, yang ada bayiku cuma satu. Akupun tetap mensyukurinya, karena diberi hadiah dan titipan dari Tuhan saja aku sudah luar biasa bahagianya.
Waktu aku pulang ke kota kelahiranku Januari 2011 lalu, aku mendatangai rumahnya yang letaknya berjarak tigabelas kilometer dari kota kelahiranku itu. Rumah dimana setiap hari raya lebaran, rumah tersebut menjadi salah satu tempat kumpul keluarga untuk bersilaturahmi dan bermaaf-maafan, walaupun aku dan keluargaku bukan muslim, hari raya lebaran bagi kami bukanlah suatu hal yang asing, bagi kami orang jawa, lebaran merupakan suatu adat istiadat yang tetap kami jalankan, guna mempererat tali persaudaraan. Aku datang kerumahnya dengan membawa foto pernikahanku yang saudah aku perbesar dan aku beri pigura cantik, beliau mengelus-ngelus fotoku dan suamiku, sambil tersenyum, tak lupa akupun mengabarkan bahwa aku tengah mengandung, ya, yang selama ini beliau doakan, dari aku masih pacaran hingga hendak menikah terkabul juga, aku langsung mengandung. Mimik wajah putihnya tersenyum, aku tahu beliaupun sangat bahagia mendengar kabar kehamilanku. Aku memintanya supaya tetap sehat, aku ingin dia masih bisa melihat Canggahnya lahir, walaupun tak bisa menggendongnya kelak, namun akan kuabadikan kejadian langka dikeluarga kami, lima generasi yang berturut-turut masih komplit, itu juga salah satu doaku. Yuttiku tetaplah sehat, tetaplah Tuhan selalu menjagamu, aku ingin kau masih bisa melihat dan mencium buah hatiku, generasi kelimamu.
Komentar
Posting Komentar