Dia tanteku, adik perempuan mamaku, akupun menyebut dia dengan sebutan mama. Dia mama ninaku. Aku bersyukur selain mamaku aku punya banyak ibu yang turut membesarkan aku, dan dia adalah salah satunya. Dia tak hanya sebagai seorang tante, tapi juga mama, teman, sahabat, dan apapun aku membutuhkannya dia selalu ada untuk ku. Dia adalah manusia tanpa masalah yang pernah aku temui. Hidupnya selalu dibuat happy, senang, gembira, bahkan wajahnya tak sepadan jika harus dikaitkan dengan umurnya. Dia hitam manis, rambut berpotongan laki-laki, tak hobi merawat diri, gayanyapun tomboy. Dia ibu dari seorang remaja laki-laki, yang menurutku mereka berdua bagaikan pinang dibelah dua. Wajahnya mirip satu sama lain.
Saat aku pindah kekota kelahiranku mama nina menjadi teman bagiku, aku ceritakan semua padanya. Diapun bagaikan penasihat utamaku, bahkan, aku lebih nyaman menceritakan segala sesuatu padanya, dia berjiwa muda. Profesinya sebagai guru sama dengan apa yang telah dijalankan ibu dan bapaknya dulu. Tempat mengajarnyapun masih di SMK/STM yang sama. Aku pernah berselisih paham dengannya, mungkin aku melukai hatinya, tapi aku begitu karena aku begitu mencintainya.
Aku mengenalnya sebagai wanita hebat, dia mau mengalah demi kepentingan keluarga, demi kebahagiaan semuanya. Akupun tahu sekarang dia bahagia. Aku tak bisa menceritakan secara rinci apa pengorbanannya. Namun aku yakin banyak orang berterima kasih yang teramat sangat padanya. Aku juga menyampaikan rasa terima kasihku. Dia contoh dalam hidupku, aku belajar dari dia, bahwa selama restu ibu kita turut serta dalam kehidupan kita, apapun itu kita akan mendapatkan akhir yang bahagia. Aku menjadikannya teladan, tidak untuk semua perilakunya, namun rasa cintanya pada keluarga. Aku mencintainya dengan sungguh, akupun sering merindukannya. Setelah mengetahui aku mengandung, dia menyebut dirinya sebagai MaTe, Oma Tante katanya, sama halnya dengan suaminya, Panca Azimat Marhaenis Surachmat Kesdu, yang ingin disebut sebagai Mbah Dhe, Mbah Gedhe begitu ia mengatakan.
Setelah tinggal berjauhan seperti sekarang ada rasa bahwa aku sangat merindukannya, rindu tertawa lepas dengannya, hanya berbincang dan menceritakan segalanya dengannya. Dulu, setiap hari senin dan kamis, ketika aku masih berada di kota kelahiranku, kami selalu berkumpul di rumah sebelah rumah mamaku, walaupun berbeda rumah namun kedua rumah tersebut masih menjadi satu halaman, aku mama nina dan budhe nunuk (saudara mamaku yang sangat susah jika aku harus menjelaskan urutan dan silsilah siapa dia, yang jelas dia budheku yang kusayangi), kami semua istilah kerennya ”piket”, dirumah itu tinggal Kakung (Pakde Ibu mamaku yang telah merawat ibu mama sampai mama dan saudara-saudaranya dari kecil), sejak kakung drop dan nyaris berpulang Tahun 2008 lalu, kami membiasakan untuk berkumpul disana, aku rindu masa-masa itu, tertawa bersama, makan bersama, apalagi budheku itu orang yang paling bisa buat aku tertawa lepas, melepaskan semua penat, gundah, gelisah.
Buat mama ninaku. Tetaplah menjadi mama yang penuh kasih sayang dan kegembiraan untukku. Jangan pernah letih dan lelah menjadi sahabat ku kala suka dan duka. Tetaplah jadi penasehat hidupku. Aku membutuhkanmu. Terima kasih telah turut serta membesarkanku, sabar mendidikku, dan selalu setia menjadi sandaran ketika aku membutuhkan. Maafkan aku jika aku pernah melukai hatimu, aku menggerutu karenamu. Aku masih membutuhkanmu. Selalu tersenyum untukku ma. Selalu ada saat aku butuh. Aku mencintaimu ma, aku menyayangimu.
Komentar
Posting Komentar